Tahap Konseling Bisnis
oleh : Rendy Saputra
*****
Postingan ini sebenarnya postingan saya di FB pada tahun 2016, namun izinkan saya re-share tulisan ini kembali karena ada beberapa permintaan materi tentang bagaimana tahapan tahapan pada konseling bisnis.
Silakan disimak...
*
Ketika seorang pebisnis menghubungi Saya untuk membantu bisnisnya, maka ada kemungkinan :
1. Bisnisnya sedang jatuh dan ingin leap up.
2. Bisnisnya sedang stagnan, berjalan baik, namun cash tidak terasa, atau sales segitu-gitu aja.
Maka tahapan yang Saya lakukan adalah sebagai berikut.
1. Owner General Check Up
Ketika ada calon klien yang meminta Saya untuk menjadi konselor di bisnisnya, hal pertama yang saya lakukan adalah Owner General Check Up. Saya harus memastikan, apakah sang pemilik bisnis ini benar-benar ingin menumbuhkan bisnisnya? Apakah ada rasa percaya diantara kita? Siapa yang sebenarnya dia bela dalam bisnis, dirinya atau perusahaannya? Mana yang dia dahulukan, life style nya atau kesehatan perusahaannya?
Itu penting bagi Saya sebagai konselor. Karena semua ujung dari masalah bisnis biasanya terletak pada owner bisnis. Operator hanya menjalankan sebuah kebijakan, operator hanya terpapar budaya owner, kalau ownernya error, ya berat juga bantuinnya.
Maka rumus pertama ini bisa Anda terapkan pada diri Anda. Tanya sendiri kepada diri Anda, apakah Anda serius ingin membangun bisnis? apakah Anda serius ingin tumbuh? Apakah Anda benar-benar ingin berkorban untuk melesatkan bisnis Anda?
Di tahapan ini Saya juga akan meraba pemahaman owner terhadap fundamental bisnis. Apakah dia faham tentang value? Apakah dia mengerti tentang apa maunya market? Pada tahapan pertama ini, akhirnya Saya banyak menggali karakter owner.
Maka dari itu, Saya tidak begitu merespon jika yang meminta adalah manager atau bahkan GM, atau bahkan direksi sekalipun, yang kendali kekuasaannya masih bergantung pada persetujuan owner. Mengapa? Karena memang semuanya akan bermuara pada owner. Kecuali jika kepemilikan perusahaan bersifat kolektif dan telah mempercayakannya kepada seorang CEO.
2. Validasi Bisnis Model
Jika Saya sudah OK dengan sang owner, maka Saya akan berlanjut pada validasi bisnis modelnya. Ala sebenarnya bisnis kelien ini? Dia jualan apa? Market yang mana yang dia layani? Apa kekuatan produknya dibanding yang lain? Secara kemampuan organisasi, apakah dia bisa bersaing atau tidak? Karyawannya seperti apa? Buruh kasar semua atau ada jajaran manajemen yang dapat melakukan analisa dan berfikir berkembang?
Jika produknya kuat dan Saya yakin bisa grow, Saya akan berlanjut ke tahapan berikutnya. Namun jika di tahapan produk Saja benar-benar berantakan, Saya tidak berani melanjutkan proses. Saya akan ajak owner bicara tentang produk, apakah dia menerima untuk dilakukan perbaikan atau tidak. Perlu ada komitmen bersama untuk memperbaiki produk.
Ada yang bilang, bukankah strategi marketing akan menaikkan penjualan produknya? Iya itu benar, tetapi ada jadinya jika produk jelek di make up? Lalu orang beli? Yang ada orang hanya kecewa, sumpah serapah, dan tidak kembali lagi untuk membeli. Dan itu akan memperparah situasi.
Maka rumus kedua ini silakan diterapkan ke bisnis Anda. Jika memang penjualan turun, sales mandeg, bisnis berasa jatuh, jangan buru-buru salahkan supplier, jangan buru-buru salahkan tim, tengok dulu value produk Anda, apakah market memang layak membelinya?
3. Reset Neraca Bisnis
Jika owner sudah OK, bisnis model sudah OK. Saya akan berlanjut pada neraca bisnisnya. Neraca bisnis adalah alat ukur pertumbuhan yang riil. Dia adalah panel dahsboard yang dapat menjelaskan berapa berat asset bisnis tersebut, lalu dari berat tersebut, berapa yang merupakan milik orang lain atau milik sendiri.
Maka penting untuk me-reset neraca bisnisnya di tanggal tertentu. Biasanya saya akan listing beberapa hal :
A. Berapa nilai cash perusahaan.
B. Berapa nilai piutang perusahaan yang ada diluar.
C. Berapa nilai bahan baku - inventory yang ada.
D. Berapa nilai property dan equipment yang terlibat didalam bisnis.
Di bisnis menengah, biasanya berat bisnis hanya terbentuk dari 4 hal tersebut.
Lalu di bagian pasiva, Saya tinggal listing
E. Berapa hutang bisnis baik hutang ke supplier, ke bank dan ke leasing. Hingga hutang pajak.
Maka (A+B+C+D) - E = equity atau harta.
Nah dari neraca itulah, Saya dan klien kemudian bisa bersama-sama mengukur, apakah bisnis berada didalam kondisi yang sehat atau tidak.
Ada yang berat bisnisnya 1M, tetapi 800 jutanya property, maka asset liquid yang bergerak diantara cash-piutang-inventory hanya 200 juta. Minim sekali. Sedangkan hutang ke bank dan supplier mencapai 400 juta. Benar-benar kondisi yang kurang sehat.
Makadari itu, rumus ketiga ini silakan diterapkan ke teman-teman. Cek dulu neraca nya, ada gak? Kalo memang ada, bener gak? Kalo sudah bener, bisa bacanya gak? Baru kita bicara pertumbuhan. Dan melangkah untuk membenahi yang lain.
Kalo neraca aja gak jelas, lalu apa yang mau ditumbuhkan?
Saya tidak ingin terjebak dalam ilusi, bisnis klien seakan membesar dan tumbuh, tetapi kondisi neraca bisnisnya babak belur.
Maka Saya tidak terlalu semangat jika ada klien yang hanya menitipkan Saya satu atau dua bagian wilayah bisnis. Misalkan, fokus saja operasi, atau fokus saja SDM, perbaikannya akan parsial. Bisnisnya gak akan kemana-mana.
Cukup tahap 1 sampai 3 dulu
Nanti kita lanjutkan di lain kesempatan
KR Business Notes
Sabtu, 26 Januari 2019
Join >>> https://bit.ly/gabungkrbn <<<
0 komentar:
Posting Komentar