Kamis, 05 September 2019

MERASA BERDOSA SAAT BERJUALAN

MERASA BERDOSA SAAT BERJUALAN

oleh : Rendy Saputra

Subscribe >> http://bit.ly/gabungkrbn

****

Salah satu yang mebghambat pencapaian cash seseorang adalah enggannya seseorang dalam berjualan. Keengganan seseorang dalam berjualan tentu sangat beragam dan itu sah-sah saja.

Sebenarnya, semua orang itu jualan, tapi mungkin ada yang vulgar atau ada yang lembut bermodus tak terasa. Atau bisa jadi, kegiatan transaksi itu tidak pernah mereka sadari.

Misalnya seorang karyawan yang merasa tidak pernah berjualan,  padahal, seorang karyawan itu menjual kompetensi dirinya, menjual produktifitasnya, yang kemudian ditukar dengan gaji dan insentif.

Seorang Trainer yang merasa tidak berjualan, sebenarnya sedang menjual penampilannya saat tampil. Jika "dibeli", maka peserta dan klien akan puas dan memperhitungkan sang Trainer untuk kemudian diundang kembali ke corporate. Walaupun merasa tidak ada aktivitas menjual yang dilakukannya. Karena ini adalah undangan langsung dari corporate, tetap saja hal ini adalah berjualan.

intinya, setiap orang dewasa yang sedang berjuang hidup mencari penghasilan sebenarnya dapat dipastikan terlibat dalam aktivitas berjualan.

***

Ketika kita sudah memahami bahwa berjualan itu penting dan menjadi pondasi penghasilan, ada sebagian dari sahabat yang kemudian merasa berat untuk berjualan. Obrolan demi obrolan terjadi, hingga akhirnya Saya menemukan sebuah alasan bahwa mereka merasa berdosa saat berjualan.

"Rasanya berat mas, teman sendiri sampe mengeluarkan uang untuk produk yang kita jual, suka gak tega."

Itulah kalimat yang sering terucap dari mereka yang merasa bahwa berjualan itu berdosa.

Mari kita bahas, apakah sebenarnya berjualan ini berdosa?

Setidaknya, ada tiga pondasi berfikir besar, mengapa berjualan itu tidak berdosa dan malah berpahala :

1. Berjualan sebenarnya hanya tukar menukar nilai yang setara.

Jual beli sebenarnya adalah aktivitas tukar menukar sesuatu yang setara. Sebuah pulsa 100 ribu ditukar dengan uang senilai 100 ribu pula. Setara. Dan itu sah-sah saja.

Walau beberapa nilai produk memiliki persepsi ghoib yang berbeda satu dengan yang lain, namun ketika seseorang meyakini nilai itu, dan membayarnya, semua jadi setara.

Es teh manis di warteg dibandrol dengan 2000 rupiah sementar ice tea di sebuah cafe bisa dijual hingga 22.500. Keduanya sama-sama berupa teh manis yang diberi es batu. Namun persepsi ghaib keduanya membuat seseorang mau membayarnya.

Sehingga, berjualan sebenarnya hanya menawarkan sebuah produk yang bernilai. Ada produk yang membawa manfaat, dan kita tawarkan jepada seseorang yang membutuhkan. Sederhana saja. Tidak rumit.

Ada produk yang menurut kita membawa solusi, lalu kita melihat sahabat kita meniliki masalah yang dapat disolusikan dengan produk kita. Maka jual saja produknya. Anda sedang membantu dan menolong orang.

Pertanyaan lanjutan setelah ini adalah :

"Kalo emang niat bantu kang? Kenapa gak digratiskan saja?"

Oke, Saya akan sabar menjawabnya.

Sebuah kebermanfaatan produk harus berbentuk industri agar kebermanfaatannya terus berjalan. Sebuah layanan pendidikan itu membawa manfaat, agar anak-anak kita dapat mengenyam pendidikan yang baik. Lalu apa yang terjadi jika sekolah tidak mendapatkan pemasukan? Apa yang terjadi jika guru-guru dibayar dibawah UMR dan tidak dapat bertahan hidup dengan gaji yang ada?

Maka guru-guru akan mencari mata pencaharian yang lain, lalu apa yang terjadi pada peserta didik yang diajar oleh seorang guru yang mengajar dengan waktu sisa?

Begitu juga dengan industri training atau bahkan business coaching. Sah-sah saja ketika seorang konselor bisnis menetapkan tarif atas jasa konseling dan konsultasi dalam membangun bisnisnya. Karena seorang owner bisnis membutuhkan itu, dan beberapa coach memang benar-benar memfokuskan dirinya untuk mendidik pebisnis. Hidupnya sudah fokus disana. Jadi gak ada yang salah dalam hal-hal berbayar. Bahkan ada yang membayarnya dengan sharing profit.

Dalam beberapa kesempatan, sesuatu yang gratis menyebabkan beberapa layanan tidak sempurna dikerjakan. Sebuah layanan yang terlalu murah menyebabkan banyak cost operasi dipangkas, sehingga klien tidak terlayani dengan baik.

Oke ya... begitulah makna berbayar dalam sebuah bisnis. Sah sah saja. Dan kita harus membayar agar lestari.

Bayangkan jika kebutuhan seseorang akan transportasi digratiskan, dan layanan transportasi tersebut tidak mendapatkan subsidi dari mana-mana. Ya jelas bangkrut.

2. Berjualan sebenarnya membantu orang untuk berbelanja.

Hal yang kedua yang ingin Saya sadarkan kepada para pebisnis adalah tentang ketetapan belanja setiap orang. Setiap orang dalam masyarakat pasti meniatkan diri untuk berbelanja. Dan beberapa rumah tangga bahkan menetapkan angka belanjanya setiap bulan.

Kami mau belanja 5 juta bulan ini.
Kami mau belanja buku 2 juta bulan ini.
Kami mau rekreasi 1 juta bulan ini.

Maka, berjualan hanya aktivitas untuk membantu seseorang dalam berbelanja. Karena walaupun Anda berbelanja atau tidak, mereka tetap membelanjakan uangnya. Dan uangnya akan habis juga.

Lalu, yang harus kita maknai adalah, apa yang terjadi jika mereka salah membeli buku, salah memilih tempat rekreasi, salah membeli produk?

Maka, jika Anda memiliki produk yang memang berkualitas, bahkan Anda telah memakainya, atau bahkan Anda telah mendapatkan manfaat atasnya, lalu apalagi alasan Anda untuk tidak menjualnya.

Berhasil closing penjualan ataupun tidak sebenarnya hanya efek samping. Dan itu bukan masalah yang besar. Ketika ada seseorang yang menolak produk kita, berarti mereka bukanlah market kita. Ketika ada yang masih mikir-mikir, berarti mereka membutuhkan penguatan. Ketika ada yang menerima, berarti produk kita cocok untuk mereka.

Sederhana, tidak perlu merasa berdosa, kita sedang membantu seseorang untuk berbelanja.

3. Berjualan adalah kerja menggerakkan ekonomi.

Yang ketiga adalah bergeraknya ekonomi. Sebuah kesejahteraan terjadi jika ada arus pergerakan uang. Bukan banyaknya uang. Sebuah negara dengan uang yang berlimpah akan menjadi sengsara jika uang masyarakatnya tersimpan dan tidak bergerak terbelanjakan di sektor riil.

Ketika Anda berjualan buku, maka Anda mendapatkan untung, lalu modal beli buku dibayarkan ke Agen Buku. Setelah itu Agen Buku membayar kembali ke Penerbit. Lalu penerbit membayar pabrik kertas, tinta hingga cicilan mesin. Setelah itu pabrik bergerak, pembuat mesin cetak bergerak dan semua SDM yang terkait rantai panjang penjualan buku menjadi hidup karena mendapatkan pemasukan.

Maka, 1 kali closing dalam sebuah penjualan akan mengakibatkan rentetan kesejahteraan pada jutaan orang lainnya. Transaksinya sederhana, hanya Anda dan Customer, tetapi dibalik itu, akan ada jutaan orang yang kemudian teraliri kehidupannya, akibat aksi penjualan Anda.

Masihkah enggan untuk berjualan?
Masihkah ragu untuk menjual sesuatu?
Masihkah merasa berdosa?

Wajar jika kemudian janji langit menganugerahkan keberkahan pada para pedagang. Karena para pedagang inilah yang terus menggerakkan kebaikan di masyarakat. Apa kebaikannya : mensejahterakan banyak orang.

***

Akhirul kalam, semoga tulisan ini mengalir keseluruh penjuru tempat. Menyapa hati para penjual yang sedang jatuh mentalnya. Membangkitkan para pedagang yang sedang gelap jiwanya. Menghidupkan semangat para seller yang rindu closing.

Mulailah penjualan dengan semangat berpahala. Tidak akan ada energi positif apabila sebuah proses penjualan diliputi perasaan berdosa. Lepaskan perasaan buruk itu. Kembalilah mencatat list target market Anda. Bangun rencana penjualan. Dan tawari.. juali... edukasi... semoga closing yang banyak ya.. aamiien.

KR Business Notes
Rabu, 20 Februari 2019

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright by Eko Saputro